Sung Mi POV
Aku tidak percaya, namja
itu adalah mantan Ah Ra? Apa dia tidak salah bicara? Lalu untuk apa dia
menemuiku dan susah payah membujukku? Tapi kenapa namja ini rasanya berbeda
dari namja – namja lain? Rasanya seperti Min Woo berada di dekatku
POV end
Sung Mi masih syok sementara Kwang Min masih memamerkan senyum
kemenangan. Dugaannya benar, Sung Mi akan terkejut mendengar itu. “Kau
mantannya?”, tanya Sung Mi memastikan. “Apa aku harus mengatakannya seribu
kali?”, tanya Kwang Min kesal. “Lalu apa maksudmu memperkenalkan diri sebagai
mantan Min Ah Ra?”, Sung Mi mulai waspada.
“Bukankah sudah kubilang kita akan menjadi partner?”
“Partner? Maksudmu?”
“Kau menyukai No Min Woo, kan?”
Sung Mi tercekat, “Ba..apa maksudmu? Kenapa kau berkata
begitu?”. Kwang Min tersenyum, “Kalau kubilang menebak?”.
“Menebak?”
Kwang Min tersenyum
tipis, “Sebetulnya tidak juga, aku melihatmu memperhatikan Min Woo dan Ah Ra di
kantin”.
Flashback on
Kwang Min sedang menunggu pesanan makanannya
saat melihat Ah Ra dan Min Woo masuk ke kantin bersama. Kwang Min mengepalkan
tangannya, rasanya emosi sudah memenuhi hatinya. Namun ia tidak bisa berbuat
apa – apa. Lagipula, mencari gara – gara di sekolah hanya karena masalah
seperti itu bukanlah sifatnya. Setelah pesanannya siap, ia buru – buru pergi.
Bisa – bisa selera makannya hilang begitu saja melihat Min Woo dan Ah Ra
bermesraan di depan matanya.
Tiba – tiba matanya
tertuju pada seorang gadis yang menyembunyikan dirinya di balik tembok. “Apa
yeoja itu sedang main petak umpet?”, tanya Kwang Min dalam hati. Namun gerak –
gerik yeoja itu tidak mencerminkan kalau ia sedang bermain petak umpet. Kwang
Min memperhatikan tangan yeoja itu terkepal dan matanya terlihat memandang ke
satu arah dengan pendangan sedih. Kwang Min melihat ke arah pandang yeoja itu.
“Apa dia..?”, belum
sempat pertanyaan di pikiran Kwang Min terjawab, yeoja itu terlihat berjalan
pergi. Namun, pandangan yeoja itu cukup memberi penjelasan. Sebelum pergi,
Kwang Min menoleh pada apa yang sedang diperhatikan yeoja tadi. Min Woo dan Ah
Ra.
Flashback off
“Jadi kau menyimpulkan
itu begitu saja?”, tanya Sung Mi tak percaya. Kwang Min mengangkat alisnya.
“Kau bilang aku menyukai Min Woo hanya karena kau melihatku memperhatikan
mereka waktu itu?”, Sung Mi berusaha mengelak. Kwang Min jadi bingung. Sung Mi
dengan cepat membereskan bekalnya, tanpa menghiraukan Kwang Min yang
kebingungan ia berjalan pergi.
“Chankaman!”, tiba – tiba
saja Kwang Min sudah berdiri di depannya, membuat Sung Mi terkejut. “Kenapa kau
membuatku terkejut seperti itu?”, tanya Sung Mi kesal. Masalahnya ia bukan
hanya terkejut, tapi juga rasa takutnya pada namja masih ada, maka dari itu ia
sangat terkejut tadi. Tapi entah kenapa, Sung Mi ingin menutupi rasa takutnya.
“Kau menyukainya”, tegas
Kwang Min. “Itu terlihat jelas”. Sung Mi ingin menyangkalnya, namun ia sudah
kehabisan kata – kata, dan yang hanya bisa ia katakan, “Mwo?”. Kwang Min
semakin yakin, ia mencondongkan badannya sedikit, membuat Sung Mi mencondongkan
badannya ke belakang. “Apa aku salah?”, Kwang Min menatap Sung Mi tajam. Cukup
ia bermain – main. Ia ingin misinya segera dijalankan, dan ‘partner’nya ini
cepat mengerti. Mulut Sung Mi semakin terkunci, ia menahan nafasnya. Sung Mi
mulai merasa takut, ia pun segera berlari menuruni tangga secepat mungkin.
Kwang Min meliriknya sekilas, lalu menghela nafas.
Sung Mi kini harus ekstra
hati – hati. Namun kali ini ada yang berbeda. Objek kewaspadaannya kini tertuju
pada satu orang, Jo Kwang Min. Sejak kejadian kemarin, Sung Mi merasa harus terus waspada pada namja yang satu itu. “Hei”, Sung Mi
melonjak kaget bahunya ditepuk seseorang. Ia segera berbalik dan berjalan
mundur dengan pelan sambil menutup mata. “Kau kenapa Sung Mi?”, Sung Mi
berhenti mundur dan perlahan membuka matanya. Ketakutannya langsung luntur
begitu saja melihat Min Woo yang ternyata menyapanya. “Mmm, aniyo. Aku hanya
seperti biasa, terkejut”, ujar Sung Mi berbohong. Ia tidak ingin Min Woo tahu
kalau ia sedang mewaspadai diri.
“Kau masih suka
terkejut?”
“Begitulah”
“Lain kali jangan
berjalan mundur seperti itu, berbahaya. Arrachi?”
Sung Mi menahan perasaan
bahagianya, setidaknya Min Woo masih perhatian padanya. “Ne, arraseo”, ujar
Sung Mi tersenyum. Min Woo juga memperlihatkan senyumnya, “Geurae, aku ke kelas
dulu”. Sung Mi memandang punggung Min Woo yang mulai menjauh. Ia lalu segera
berbalik menuju kelasnya agar ia bisa tersenyum sepuasnya.
Kwang Min sedang membaca
ulang apa yang dipelajarinya semalam. Hari ini ada ulangan bahasa inggris, maka
dari itu ia harus belajar agar mendapat nilai yang bagus.
“Apa kau punya rautan?”,
Kwang Min melirik pemilik suara yang mencari – cari pinjaman rautan itu. Ah Ra
sibuk mondar – mandir mencari pinjaman rautan namun sepertinya tidak berhasil.
“Kenapa ia sendiri tidak membawa rautan?”, keluh Kwang Min dalam hati. Kwang
Min segera menaruh bukunya saat Ah Ra melewati mejanya. “Ini, pakailah”. Ah Ra
berbalik dan sedikit terkejut melihat Kwang Min menawarkan rautan miliknya pada
dirinya. “Mmm, ne, gomawo”, Ah Ra berkata dengan kaku. Kwang Min menghela
nafas, sekarang ia jengkel dengan perlakuan Ah Ra yang canggung padanya.
“Kenapa kau tidak bertanya padaku apa aku membawa rautan atau tidak?”, tanya
Kwang Min kesal.
“Mwo?”
“Apa kau takut padaku
sekarang?”
“Apa maksudmu?”
Kini Kwang Min dan Ah Ra
sudah menjadi pusat perhatian teman – teman kelasnya. “Sudahlah, lupakan”, Kwang Min tak tahan dan
langsung keluar dari kelasnya. Ah Ra hanya melihatnya dengan sedih.
Sung Mi sudah berdiri
cukup lama di depan gerbang, namun jemputannya tak juga terlihat. Walaupun
begitu, perasaan Sung Mi semakin baik saja. Ia bahkan tak berhenti tersenyum
saat membayangkan Min Woo yang menyapanya. Tiba – tiba handphonenya berdering,
ia pun segera mengangkatnya. “Eonni, kau kemana saja? Aku sudah lama menunggu”,
gerutu Sung Mi saat mendengar suara supirnya diseberang telepon.
“Mianhe nona, sepertinya saya akan terlambat
menjemput anda. Ban mobilnya bocor, jadi saya harus ke bengkel”.
“Mwo? Berapa lama kira –
kira?”
“Mungkin sekitar 15 menit
lagi nona”
“Baiklah, aku akan
menunggu. Tapi sebaiknya eonni bisa datang kurang dari 15 menit”, harap Sung
Mi. Walaupun ia bisa segera pulang, tapi ia tidak akan melakukannya. Terlalu
banyak namja yang belum pernah dilihatnya di luar lingkungan sekolahnya. Ia
takut nanti akan bereaksi berlebihan jika bertemu satu namja saja. “Akan saya usahakan,
nona”, telepon ditutup.
5 menit berlalu, sekolah
sudah hampir sepi dan Sung Mi mulai bosan. Ia memutuskan untuk berjalan
sebentar dan kembali lagi ke sekolah. Ia berjalan sambil melihat ke kanan dan
ke kiri dan selebihnya hanya menunduk. Ia nampaknya sudah cukup jauh berjalan.
Dilihatnya sebuah tanjakan dihadapannya, beberapa rumah terlihat berjejer
memenuhi sisi jalanan itu. Sung Mi berniat kembali ke sekolah. Tiba – tiba
ujung belakang sepatunya terasa ‘dikenai’ sesuatu. Sung Mi berbalik dan
mendapati sebuah bola di belakangnya. Ia pun mengambil bola itu.
“Noona”, terdengar
beberapa suara. Sung Mi terkejut melihat banyak anak laki – laki berlari menghampirinya.
Sung Mi berjalan mundur ketakutan. Anak – anak itu berhenti beberapa jarak dari
Sung Mi. Beberapa anak menatapnya heran, namun salah satu anak berkata padanya.
“Noona, bolehkah aku meminta bola kami?”, pintanya sopan. Sung Mi tanpa sadar
menjatuhkan bola yang di pegangnya. Namun caranya menjatuhkan bola itu lebih
terlihat seperti melemparnya. Salah satu anak berkata sinis, “Dasar noona yang
aneh! Kami kan memintanya dengan baik”. Ucapan anak itu dengan cepat
mempengaruhi anak – anak lainnya yang mulai menatapnya sebal.
Tiba – tiba ia teringat
kembali saat ia dimarahi banyak anak laki – laki ketika ia masih kecil. Anak –
anak yang ada dihadapannya terlihat seperti anak – anak yang memarahinya waktu
itu. Ia langsung terduduk dan menutupi matanya dengan kedua tangan menutupi
kepalanya. “Aku tidak tahu! Aku tidak tahu!”, Sung Mi bergumam tak jelas. Anak
– anak yang masih berdiri di depannya menatapnya aneh. “Kenapa noona ini? Apa
dia gila?”, anak – anak itu mulai berbisik – bisik.
“Hey! Apa yang kalian
lakukan?”, anak – anak itu menolah. Sung Mi pun membuka matanya dan melihat
seseorang yang datang. Ia melihat seorang namja di balik matanya yang basah
itu. “Min Woo”, gumam Sung Mi tersenyum. Sung Mi melihat anak – anak tadi sudah
pergi. Sung Mi dengan cepat menghapus air matanya. Dilihatnya Kwang Min sudah
berdiri di depannya.
“N..neo!”, seru Sung Mi
terkejut melihat Kwang Min yang ada di hadapanya, bukan Min Woo. “Kau ini babo
atau apa?!”, Kwang Min membentak Sung Mi yang langsung tersentak. “Kenapa kau
bersikap aneh seperti itu pada anak – anak tadi? Apa kau takut pada anak –
anak?”, tanya Kwang Min kesal. Bukannya menjawab, Sung Mi mulai terlihat panik.
“Dimana Min Woo?”, tanya Sung Mi, matanya
terlihat berkaca-kaca. “Min Woo?”, Kwang Min memandang bingung Sung Mi yang
mulai terlihat gelisah. Sung Mi menutup matanya lagi dan mulai menangis. “Min
Woo”, Sung Mi terus menyebut nama Min Woo di sela isaknya. Kwang Min merasa tak
enak dan ikut duduk. “Hey, kenapa kau menangis? Berhentilah menangis”, pinta
Kwang Min. Namun usahanya tidak berhasil. “Kau
bilang kau tidak menyukai Min Woo, tapi sekarang terlihat jelas kalau kau
sangat menyukainya”, gumam Kwang Min. “Apa aku harus menelepon Ah Ra dan
menyuruh Min Woo untuk datang kemari?”, usul Kwang Min, entah kenapa ide itu
tiba – tiba ada dipikirannya. Kwang Min tetap tak mendapat respon. Namun
beberapa detik kemudian,
“Andwae!”, Sung Mi tiba –
tiba membuka matanya dan menatap Kwang Min.
Kwang Min memengang dadanya, rasanya ia hampir jantungan saking
terkejutnya.
Kwang Min dan Sung Mi
sudah kembali ke depan gerbang sekolah. “Kau takut pada namja?”, tanya Kwang
Min tak percaya. Baru kali ini ia mendengar dan melihat seorang yeoja yang
takut pada namja. Lalu Min Woo itu apa? Bukankah ia tidak takut pada Min Woo?
“Kau pasti berpikir kalau
aku ini aneh”, tebak Sung Mi
“Sangat”
Sung Mi melirik Kwang
Min, “Jujur sekali namja ini”,
batinnya merasa sebal. “Tapi aku masih tidak mengerti, kalau kau takut pada
namja mengapa kau tidak takut pada Min Woo?”, tanya Kwang Min akhirnya. “Min
Woo memang seorang namja, tapi dia berbeda. Kau tidak berpikir yang macam –
macam tentang Min Woo kan?”, Sung Mi menatap Kwang Min tajam. Tebakan Sung Mi yang tepat sasaran membuat
Kwang Min menjawab dengan gelagapan. “A..ani, aku tidak berpikir yang macam –
macam”.
Sebuah mobil tiba – tiba
melintas dan berhenti di depan mereka. Seorang wanita muda terlihat duduk di
balik kemudi. “Jemputanku sudah datang”, ujar Sung Mi sambil berdiri. “Bahkan supirnya saja seorang wanita”, gumam
Kwang Min dalam hati. “Gomawo”, ujar Sung Mi pada Kwang Min ketika baru membuka
pintu mobil. Kwang Min sedikit terkejut mendengarnya. “Karena kurasa kau sudah
menyelamatkanku tadi”, tambah Sung Mi lalu masuk mobil. Kwang Min tersenyum
mendengarnya. Mobil pun mulai melaju perlahan meninggalkan gerbang sekolah.
Kwang Min juga berjalan pulang. “Jo Kwang Min!”, Kwang Min berbalik mendengar
namanya dipanggil. Kepala Sung Mi terlihat menyembul keluar dari kaca mobil.
“Aku akan menjadi partnermu!”, lalu mobil pun melaju kembali. Kwang Min masih
mencerna ucapan Sung Mi. Partner? Apa itu berarti? Kwang Min bersorak senang
dan berlari pulang untuk memikirkan kegiatan barunya.
“Jadi, apa yang bisa
kubantu?”, tanya Sung Mi pada Kwang Min. Mereka berada di atap gedung sekolah,
sepertinya tempat ini akan menjadi markas baru untuk mereka. “Pertama – tama,
bisakah kita tidak berbicara seperti ini? Ini membuatku tidak nyaman”, keluh
Kwang Min menoleh ke arah Sung Mi yang berdiri sejauh sekitar 5 meter darinya.
“Mianhe, walaupun aku ingin membantumu, aku tidak bisa dekat dengan namja
selain Min Woo. Aku tidak mau histeris lagi”, ujar Sung Mi jujur.
“Tapi ini akan sulit jika
kau masih takut denganku”
“Aku jamin aku akan
membantumu sebisaku”
“Tetap saja, kalau kau
masih takut pada namja, rencana ini tidak akan berhasil”
“Maksudmu?”, Sung Mi
menatap Kwang Min tak mengerti
“Memangnya rencana apa?”
“Kita akan membuat mereka
menyesal”
“Mereka? Siapa maksudmu?”
“Min Ah Ra dan No Min
Woo”
“Mi...Min Woo. Apa yang
salah dengannya?”
Kwang Min menatap Sung Mi
kesal, “Dia sudah merebut Ah Ra dariku. Bukankah kau juga menyukainya? Ini akan
menjadi simbiosis komensalisme”
“Mutualisme, berapa
nilaimu dalam IPA?”, ledek Sung Mi. Kwang Min mendengus kesal. “Ya, apapun itu.
Jadi pada intinya kau harus menghilangkan rasa takutmu”, jelas Kwang Min. Sung
Mi menghela nafas dan memandang jalanan di bawahnya dengan bimbang. “Tapi
bagaimana caranya? Aku hanya bisa tenang saat berdekatan dengan Min ..”, kata –
katanya tercekat di tenggorokan saat ia melihat Kwang Min sudah berada 30 cm di
sisinya. Pandangan Sung Mi tak lepas dari pandangan Kwang Min. Namun bukannya
histeris seperti yang dikatakannya, jantung Sung Mi justru berdegup kencang.
“Lihat, kau tidak takut
padaku”, Kwang Min tersenyum, membuat jantung Sung Mi tak karuan. Sung Mi buru
– buru mengalihkan pandangannya. “Mungkin karena kau menolongku kemarin, jadi
sedikitnya aku mulai bisa bersikap biasa di depanmu”, elak Sung Mi berusaha
menenangkan jantungnya yang belum kembali normal. “Gwenchana, itu kuanggap sebagai
permulaan yang bagus. Selanjutnya aku akan membuatmu secara perlahan tidak
takut pada namja lagi”, ujar Kwang Min lalu mengalihkan pandangannya ke langit.
Sung Mi ikut memandang ke langit. Entah apa yang mereka pikirkan. Namun yang
jelas, apa yang dirasakan Sung Mi juga dirasakan oleh Kwang Min. Jantungnya
berdegup kencang namun hanya dia yang tahu.
Sung
Mi POV
“Ahjuma, tolong siapkan
air panas, aku ingin mandi”, teriaku pada ahjuma dari kamarku di lantai atas.
“Baik nona”. Aku merebahkan diriku di atas kasur. Kenapa tadi jantungku
berdegup begitu cepat? Terakhir aku ingat, jantungku berdegup kencang saat
bertemu dengan Min Woo pertama kali. Apa ini karena kesamaan mereka
menyelamatkanku? Dan ini sebabnya aku mulai bisa menerima Kwang Min dan tidak
takut padanya. Aku masih tidak mengerti kenapa Kwang Min ingin aku tidak takut
lagi pada namja. Tapi rasanya senang mendengarnya mau membantuku. Semoga saja
rencana ini berhasil.
POV end
Seocho 137, Seoul (3f) – pass: 2141995
“Apa
ini?”, tanya Sung Mi bingung dengan selembar kertas di tangannya. “Itu alamat
dan password apartmentku”, jelas Kwang Min. “Mwo?”, Sung Mi melihat Kwang Min
dengan heran. “Untuk apa kau memberikan ini padaku?”
“Sekedar informasi dan ini juga untuk
kepercayaan dasar”
“Kepercayaan dasar?”
“Ne, mungkin suatu saat itu akan dibutuhkan”
“Apa aku juga perlu memberi alamatku padamu?”
“Kurasa iya, untuk jaga – jaga”
Sung Mi Nampak berpikir, lalu menyobek
setengah lembar kertas yang diberikan Kwang Min padanya. “Pulpen?”, Kwang Min
memberikan sebuah bolpoin pada Sung Mi.
“Ini”, Kwang Min mengambil kertas itu dan
membacanya sekilas. “Oh iya, nomor ponselmu, tulis disini”, ujar Kwang Min
menunjuk kertas tadi. Sung Mi menurut dan menuliskan nomornya. Beberapa detik
kemudian..
Kring..kring..
Sung Mi melihat layar ponselnya. “Itu
nomorku”, ujar Kwang Min. Sung Mi mengerti dan segera menyimpan nomor Kwang
Min. “Sekarang kita akan mulai rencana pertama”, ujar Kwang Min semangat.
“Rencana pertama?”
“Menghilangkan rasa anti namjamu”
…
“Mianhe, aku tidak bisa kesana”, suara Ah Ra
terdengar menyesal dari seberang telepon. “Wae?”, tanya Min Woo heran. Ia harus
berbicara sedikit lebih keras karena kerumunan orang yang berada tepat di
depannya. “Aku lupa kalau hari ini aku ada les bahasa inggris dan aku tidak
mungkin bolos karena minggu lalu aku tidak ikut les”, terang Ah Ra. “Padahal
aku ingin sekali pergi kesana”, suara Ah Ra terdengar kecewa. Min Woo berpikir
sejenak. “Bagaimana kalau aku rekamkan untukmu?”, tawar Min Woo. “Ani, tidak
perlu. Lagipula rasanya berbeda menonton langsung dengan menonton dari video.
Gomawo sudah menawarkan”, tolak Ah Ra halus. “Geuraeyo?”.
Min Woo nampak berpikir lagi, “Benar juga, lagipula kualitas video ponsel itu
lebih jelek dari kualitas mata”. Ah Ra terdengar tertawa kecil, Min Woo
tersenyum mendengarnya. “Keureom, aku tutup teleponnya”.
Min Woo menyimpan kembali ponselnya ke dalam
saku dan bergegas memasuki kerumunan di depannya. Namun langkahnya terhenti
melihat seseorang yang dikenalnya berdiri tak jauh dari sana.
“Sung Mi?”