Cinta adalah
misteri yang manis. Tak ada yang tahu kapan cinta itu datang menghampiri. Namun
semua tahu, bahwa cinta tak akan pernah pergi.
Mentari
yang bersinar terang di Minggu pagi, membuat setiap orang melakukan aktivitasnya
masing – masing dengan semangat. Begitu pula dengan seorang gadis bernama Julia. Ia datang ke taman dengan suasana hati
yang ceria. Tak seperti orang – orang disekitarnya yang datang ke taman untuk berolahraga,
Julia hanya ingin menggambar disana. Julia selalu menggambar hal – hal yang
disukainya. Iamulai mencari objek yang akan ia gambar. Banyak sekali yang ingin
ia gambar di taman itu. Ada bunga – bunga yang cantik, kupu – kupu yang
beterbangan, dan …. Seorang pemuda yang tengah sibuk memotret bunga di taman dengan
kupu – kupu yang mengelilinginya. Julia tersenyum lebar, ia pun mulai membuat sketsa
pada buku gambarnya.
….
Seorang
pemuda tengah menikmati pemandangan taman dengan kamera menggantung di
lehernya. Ia memperhatikan orang – orang yang berolahraga dan berekreasi di taman
itu. Tak seperti orang – orang itu, ia hanya ingin mencari objek yang indah.
Matanya beralih pada bunga – bunga yang bermekaran dengan kupu – kupu yang
beterbangan di atasnya. Ia segera membidikkan kameranya dan memotret bunga –
bunga itu beberapa kali. Ia tersenyum puas
melihat hasilnya.
Lensa
mata dan kameranya kembali mencari objek yang lainnya. Ia berhenti mencari begitu
kameranya menangkap seorang gadis yang tengah duduk di sebuah bangku taman dengan
sebuah buku gambar di tangannya. Ia menurukan kameranya dan mengamati gadis
itu. Ia tersenyum lalu segera mengarahkan kameranya dan memotret gadis itu. Ia tersenyum
lebar sambil memandangi foto gadis itu di kameranya. Namun senyumnya menghilang
saat tak lagi mendapati gadis itu di bangku taman atau dimanapun. Ia menatap foto
gadis itu lagi dan tersenyum tipis.
…
Julia
menghela nafas lega setelah berhasil datang ke sekolah sebelum gerbang sekolah ditutup.
Ia mengatur nafasnya yang terengah – engah karena berlari. Ia melihat siswa
lain yang terlambat berdiri dengan pasrah di luar gerbang sekolah. Mata Julia
langsung membulat begitu melihat seorang pemuda yang pernah ia lihat, berdiri
di antara siswa yang terlambat. Julia merasa yakin kalau ia adalah pemuda yang
ada di taman kemarin. Namun, ia tak memiliki banyak waktu untuk memastikannya karena
ia sudah terlambat masuk ke kelasnya. Ia hanya bisa berharap jika dugaannya benar.
…
Meskipun
sudah berlari sekuat tenaga, Ken tak berhasil memasuki gerbang sekolahnya. Ia terpaksa
harus berdiri dan menunggu di luar bersama siswa lainnya yang juga terlambat.
Tiba – tiba matanya menangkap sosok yang pernah ia lihat sebelumnya. Ia yakin bahwa
gadis itu adalah gadis yang ia lihat di taman kemarin, meskipun ia hanya melihatnya
sekilas karena gadis itu lari terburu – buru. Senyumnya perlahan mengembang. Ia
tak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan gadis itu di hari pertama sekolahnya.
…
“Selamat
pagi, nama saya Julia Maharani”, ujar Julia memperkenalkan diri.“Baiklah Julia
silahkan duduk di sebelah sana”, ujar ibu guru sambil menunjuk kursi yang
kosong. Julia segera duduk di bangku barunya.“Hai”, sapa Julia ramah pada gadis
yang duduk di bangku sebelahnya. Gadis itu menoleh pada Julia, namun raut wajahnya
tak membalas keramahan Julia dan ia langsung memalingkan wajahnya. Julia
menatap gadis itu heran lalu melihat sekelilingnya. Julia menelan ludah, ia belum
yakin akan mendapatkan seorang teman.
…
Berbanding
terbalik dengan Julia, Ken langsung disambut baik di kelasnya, baik siswa maupun
siswi. Bahkan ketika ia berjalan di koridor, banyak yang menyapanya padahal ia sendiri
tak tahu siapa saja yang menyapanya.
Satu
– satunya tempat yang bisa membuat Ken tenang adalah perpustakaan, dimana hanya
ada buku dan suara helaan nafas. Sementara orang sibuk dengan buku, ia akan sibuk
dengan kameranya dan memotret buku – buku dan orang – orang yang ada di
perpustakaan. Tiba – tiba ia teringat dengan gadis yang ia lihat di taman dan
gerbang sekolah. Seandainya ia bisa melihatnya lagi disini, karena sepertinya
ia adalah siswi di sekolah ini. Tiba – tiba ia melihat gadis itu lagi di
kameranya, gadis yang ada di taman. Gadis itu memandang kearahnya. Ken segera menyiapkan
kameranya dan membidikkannya pada gadis itu.
“Sedang
apa kau disini? Bel sudah berbunyi”. Ken menurunkan kameranya lalu melihat dua temannya
berdiri di belakangnya. “Aku sedang ..”. Ken menoleh, namun tak melihat gadis itu
dimanapun. Tiba – tiba sebuah ide terlintas di pikirannya. “Apa kau mengenal gadis
ini?”,tanyanya sambil menunjukkan foto gadis yang diambilnya tempo hari di
taman. Kedua temannya langsung saling pandang setelah melihat foto itu. Ken
menatap kedua temannya heran.
…
Ken
menatap gadis di hadapannya dengan tatapan kosong. Gadis yang tersenyum di
kameranya kini terbaring di sebuah ruangan rumah sakit. Ia memandang papan nama
di ranjang tempat gadis itu berbaring. Julia Maharani, nama gadis itu Julia. Ken
ingat cerita kedua temannya. Julia adalah murid baru sama seperti dirinya,
namun tidak dengan perlakuan teman – temannya. Julia tak pernah dianggap ada oleh
teman – temannya, bahkan kerap kali mendapat perlakuan kasar. Temannya hanya satu,
yaitu buku gambarnya.
Dua
hari yang lalu, Julia sedang menggambar. Entah apa yang digambarnya, namun itu membuat
salah satu siswa marah dan merobek buku gambar itu. Pada hari itulah kecelakaan itu
terjadi. Kecelakaan yang membuat Julia terbaring tak sadarkan diri.
Ken
menghampiri meja kecil di samping ranjang dan melihat sebuah gambar yang
terpajang di atasnya. Gambar itu seperti sebuah puzzle kusut, kertasnya terkoyak
tak beraturan. Meskipun begitu, gambar itu masih terlihat jelas. Gambar seorang
pemuda yang sedang memotret bunga dengan kupu – kupu mengelilinginya. Ken
menoleh dan memandangi wajah Julia yang pucat. Ia hanya bisa menggigit bibirnya
menahan tangis.
…
7
tahun kemudian …
Ken
berjalan melewati foto – foto yang terpajang di dinding sebuah galeri. Foto –
foto itu akan di lelang dan hasil yang didapat dari lelang itu akan diberikan untuk
amal. Ken berhenti di depan sebuah foto dan memandanginya. “Kau yakin akan melelang
foto ini?”. Ken menoleh pada Juno, temannya yang juga ikut melelang salah satu karyanya.
“Tentu saja”, ujar Ken. Juno menatap Ken tak yakin. “Lagipula aku menyimpan salinannya”,
ujar Ken lagi. Juno memandangi foto itu, foto seorang gadis yang sedang duduk
di bangku taman dengan buku gambar di tangannya. Mata Juno beralih pada tulisan
di bawah foto itu. “Nampaknya kau benar – bena rmerindukan gadis di foto itu”,
ujar Juno. Ken hanya tersenyum tipis.
Acara
lelang sudah selesai dan galeri foto mulai sepi. Ken sedang memandangi foto
Julia dari kameranya saat seorang pria berjalan menghampirinya. “Apa anda yang
bernama Ken?”,tanya pria itu.
“Ya,
anda siapa?”
“Nama
saya Hadi. Klien saya yang telah membeli foto anda”
“Benarkah?
Lalu ada perlu apa anda menemui saya?”
“Klien
saya menitipkan ini untuk diberikan pada anda. Ia berkata sangat menyukai foto anda”,
ujar Hadi. “Kalau begitu saya permisi”, pamitnya lalu pergi.
Ken
menatap bungkusan di tangannya heran. Ia membuka bungkusan itu perlahan dan terpaku
begitu melihat benda di dalamnya. Sebuah gambar seorang pemuda yang sedang memotret
bunga dengan kupu – kupu mengelilinginya. Kertasnya sudah terkoyak dan disusun seperti
puzzle. Ken melihat sebuah memo kecil dan membacanya. Ia memandangi tulisan di
memo itu.
Tiba
– tiba Ken berlari dengan cepat. Ia berhenti di depan galeri dan melihat seorang
wanita berdiri memunggunginya. Begitu wanita itu berbalik, ia segera mengarahkan
kameranya pada wanita itu lalu memotretnya. Ken menurunkan kameranya dan menghela
nafas lega melihat wanita itu masih berdiri di hadapannya. Wanita itu menatap
Ken sejenak dengan tatapan heran lalu tersenyum. Melihat senyuman wanita itu,
senyum Ken pun mengembang di pipinya.
“Aku menyukaimu sebanyak
aku mengingatmu – Ken”
“Dan aku mengingatmu
sebanyak aku menyukaimu – Julia”