Jo
Kwang Min
No
Min Woo
Min
Ah Ra
Other cast : Others
member boyfriend
Genre :
Yang ujung – ujungnya so sweet
12 tahun yang lalu..
Shin Sung Mi adalah seorang gadis kecil yang
sangat pemalu, ia baru saja pindah dari Amerika ke Seoul, tempat kelahirannya.
Selain orang tuanya yang selalu sibuk dan jarang berada di rumah, sifatnya yang
pemalu juga membuatnya sulit untuk berinteraksi dengan teman sebayanya. Hari
ini adalah hari ulang tahunnya. Dengan senang, ia menuruni anak tangga untuk
mengampiri kedua orangtuanya. Dilihatnya kedua orangtuanya sedang bersiap –
siap ke kantor. Namun keadaanya tak sesuai dengan harapan, orangtuanya bersikap
seperti hari – hari biasanya. “Appa dan eomma pergi dulu ya, hati – hati kalau
bermain”, Lalu appa dan eommanya mencium keningnya tanda berpamitan. Sung Mi
menutup pintu rumahnya lemas. “Bagaimana bisa appa dan eomma melupakan ulang
tahunku?”, gerutu Sung Mi. Jam menunjukkan pukul 13.00 siang. Sung Mi menghela nafas,ia
meras bosan. “Ahjuma, aku ingin keluar main sebentar ya?”, izin Sung Mi.
“Apa mau saya temani nona?”.
“Tidak
usah, aku hanya ingin bermain sepeda”,
“Baiklah,
hati – hati nona”
“Ya,
aku pergi”
Sung Mi menyusuri kompleks perumahannya sambil
mengayuh sepedanya. Angin di siang hari menerpa wajahnya, membuat rambut lurusnya sedikit berantakan. “Aduh!”,
Sung Mi berhenti di sebuah taman dengan cara yang tidak menyenangkan. Ia
memegangi kepalanya yang sakit dengan posisi masih duduk di sepedanya.
Dilihatnya bola yang baru saja mengenai kepalanya menggelinding menjauhi taman.
Belum sampai 3 menit, Bukk !, Bukk ! Bukk ! Ada yang menabrak sepedanya yang
otomatis, membuat dirinya terjatuh. Sung Mi meringis kesakitan, diikuti anak –
anak lain yang tadi menabraknya. Tiba – tiba saja anak – anak itu menatap Sung
Mi kesal. Anak – anak tersebut lalu menghampiri Sung Mi. “Hey kau! Kau ini babo
atau apa? berhenti sembarangan seperti itu. Gara – gara kau kami jadi luka
seperti ini tahu!”, ujar salah seorang anak bertubuh tambun. Sung Mi hanya bisa
menatap anak itu dengan tatapan ketakutan. Diperhatikannya satu persatu anak
yang ada di depannya, yang ternyata semuanya adalah laki – laki.
“Hey neo ! Kau ini babo ya! Bukannya mengambil
bolaku malah duduk disini! Harusnya kau mengambil bolaku saat bolaku
menggelinding ke arahmu!”, cecar seorang anak laki – laki yang tiba – tiba ada
di depannya. Sung Mi semakin takut melihat banyak anak laki – laki yang marah
padanya. “Aku tidah tahu! Aku tidah tahu!”, Sung Mi menangis ketakutan sambil
memejamkan mata dan menutup telinganya dengan kedua tangannya. Sementara
terdengar suara anak – anak tadi mengejeknya cengeng, babo, dan sebagainya.
“Hey! Apa yang kalian lakukan?”, tiba – tiba terdengar sebuah suara sedikit
berteriak. “Kenapa kalian mengejeknya seperti itu, itu kan tidak baik”, ujar
suara itu lagi. Sung Mi memberanikan dirinya melihat siapa pemilik suara
tersebut. Seorang anak laki – laki sedang berdiri di sampingnya sambil memegang
sebuah bola di tangan kanannya.
“Omo!” Sung Mi menutup mulutnya seketika
ketika melihat adegan di depannya, begitu juga anak – anak yang lain menatap
kejadian itu terkejut. Anak laki - laki
di sampingnya melempar bola yang dipegangnya tepat ke kepala anak yang tadi
memarahi Sung Mi karena bola. Anak yang dilempari itu mengelus – elus
kepalanya. “Neo! Apa yang kau lakukan?”, bentak anak itu. “Lihat bolaku
menggelinding jauh”, ujar anak yang melempar sambil menunjuk bolanya yang
menggelinding jauh. “Bukannya mengambil bolaku malah kau diam disini”, ujar
anak tersebut. “Mwo?! Kau kan yang melempar, kenapa aku yang harus
mengambilnya?”, tanya anak yang dilempari itu tidak terima. “Sama sepertimu,
untuk apa dia mengambil bolamu kalau kau yang melemparnya!”, ujar anak itu
tanpa rasa takut. “Kau pikir dia ada waktu untuk mengambil bolamu ketika
kepalanya sakit? Kau itu babo ya?”, ujar anak itu seolah membalikkan keadaan. “Dan
kalian, salahkan saja dia, karena dia sudah melempar bola sembarangan”, ujar
anak itu menunjuk anak yang baru saja ia lempari bola. Sementara itu, anak yang
ditunjuk malah lari entah kemana.
“Sudahlah! Ayo kita pergi saja”, ujar anak – anak itu dan mengayuh sepedanya menjauhi taman.
Sung Mi POV
Kulihat anak pemberani tadi mengulurkan
tangannya padaku, “Gwenchanayeo?”, tanyanya. Aku yang masih syok dengan
kejadian tadi malah mundur menjauhinya. “Waeyo? Apa kau takut aku menyakitimu
seperti mereka tadi?”, tanyanya lagi. Aku hanya menatapnya dengan was-was. Ia
menurunkan tangannya dan tersenyum. “Tenanglah, aku tidak akan melakukan itu
padamu. Percayalah”, ujarnya lagi. Ekspresinya menunjukkan kalau ia bersungguh
– sungguh. Aku hanya menyahut dengan anggukan. Kulihat ia tersenyum lagi dan
mengulurkan tangannya lagi padaku. “Mau kubantu?”, tanyanya. Kuberanikan diri
meraih tangannnya yang berusaha membantuku berdiri. “Gomawo”, ujarku pelan,
setelah berdiri dibantu olehnya. “Ne, cheoman neo”, jawabnya. “Sebaiknya kita
cuci dulu lukamu”, ujar anak itu. Aku hanya mengangguk.
POV end
Sung Mi sedang duduk di bangku taman
, kini kaki dan tangannya sudah bersih dari luka. Sebuah bola menggelinding
kearahnya, ia merunduk hendak mengambil bola tersebut. Namun ketika ia akan
mengambil bola itu, ia melihat seorang anak laki – laki menghampirinya. Dengan cepat ia mengurungkan niatnya mengambil bola
itu dan menutup mata dan telinganya. Anak laki – laki yang menghampiri Sung Mi
hanya memperhatikannya dengan tatapan aneh, lalu mengambil bolanya dan menjauh
pergi. Sung Mi masih menutup mata dan telinganya
dan tubuhnya gemetar ketakutan. Tiba – tiba seseorang menepuk pundaknya,
membuat Sung Mi terkejut dan menggeser tubuhnya tanpa membuka mata dan
telinganya. “Gwenchanayo?”, tanya suara itu. Sung Mi semakin gemetar dan
semakin menggeser duduknya. “Ini aku, bukalah matamu”, pinta suara itu.
Sung
Mi membuka mata dan telinganya. Ia melihat anak yang membelanya tadi duduk di
depannya. “Gwenchanayo? Kulihat kau tadi ketakutan waktu seorang anak mengambil
bolanya kesini. Apa dia berbuat sesuatu padamu?”, tanyanya. “Ani, hanya saja
aku rasa ini karena kejadian tadi”, jawab Sung Mi. Anak itu memandangnya
bingung. “Baru hari ini aku keluar tanpa pengasuhku dan baru kali ini juga aku
bertemu laki – laki sebayaku, baru pertama kali saja membuatku takut”, terang Sung Mi. “Kau takut pada anak
laki – laki?”, tanya anak itu. Sung Mi memandangnya, diwajahnya tidak terlihat
kalau dia ingin tertawa. Raut mukanya justru menunjukkan keheranan. Sung Mi hanya mengangguk pelan. Anak itu terlihat
sedang berpikir. “Geuraeyeo! Aku akan menjagamu dari anak laki – laki”, ujarnya
semangat. “Jinja?”, tanya Sung Mi dengan tatapan polosnya. “Tentu saja! Kau
boleh menganggapku…hm”, anak itu tampak berpikir.
“Malaikat
pelindung?”, saran Sung Mi. “Ya! Malaikat pelindung! Itu bagus juga”, ujar anak
itu tersenyum, membuat Sung Mi tersenyum juga. “Lihat! Aku sudah membuatmu
tersenyum. Aku juga akan membuatmu selalu tersenyum”, ujar anak itu sambil
mengajukan jari kelingkingnya. “Apa itu?”, tanya Sung Mi tak mengerti. “Ini
artinya simbol janji. Angkat jari kelingkingmu”,ujar anak itu. Sung Mi
mengangkat jari kelingkingnya. “Lingkarkan jari kelingkingmu di jari
kelingkingku seperti ini”, anak itu melingkarkan jari kelingkingnya ke jari
kelingking Sung Mi. Sung Mi mengikutinya melingkarkan jari kelingkingnya.
“Siapa
namamu?”, tanya anak itu. “Shin Sung Mi”, jawab Sung Mi lengkap. “Baiklah Sung
Mi-ah, aku berjanji akan menjadi malaikat pelindungmu dan akan membuatmu selalu
tersenyum”, ujar anak itu lalu melepaskan jari kelingkingnya. Sung Mi tersenyum
mendengarnya. “Kalau begitu, kuantar kau pulang ya”, ujar anak itu. “Hm”, Sung
Mi mengangguk senang.
Sesampainya di depan rumah Sung Mi..
“Ternyata rumahmu disini, kalau begitu kita
tetangga!”, ujar anak itu senang. “Jinja?”, tanya Sung Mi yang juga senang
mengetahui itu. “Rumahku tinggal jalan beberapa rumah dari sini”, ujarnya.
“Kalau begitu, aku pulang dulu ya”, ujar Anak itu berpamitan. “Malaikat
pelindung”, panggil Sung Mi, anak itu menoleh. “Aku belum tau namamu. Siapa
namamu?”, tanya Sung Mi. “No Min Woo, panggil saja Min Woo”, ujarnya sambil
tersenyum lalu berjalan pulang. Sung Mi menatap Min Woo sambil tersenyum dan
masuk ke rumahnya.
Min Woo POV
Shin Sung Mi, baru kali ini aku melihat anak
perempuan yang takut pada anak laki – laki. Hari ini aku berjanji akan menjadi
malaikat pelindungnya dari anak laki – laki. Entah kenapa aku ingin
melakukannya, menjadi malaikat pelindungnya.
POV end
Masa kini …
Min
Woo melihat jam di tangannya menunjukkan angka 5. Lalu ia mengeluarkan
ponselnya dan mengetik sebuah pesan singkat. Ditekannya tombol kirim, Min Woo
menaruh ponselnya ke dalam saku sambil tersenyum. Lalu ia berlari menuju suatu
tempat.
Sung
Mi menghela nafas kesal. Ia membuka ponselnya dan membaca sebuah pesan singkat.
‘Mianhe, aku akan terlambat. Kau tunggu
saja di tempat parkir. Ok?’, begitu isi pesan singkat yang dibacanya. Pesan
singkat dari Min Woo. Sung Mi berjalan melewati koridor yang sudah sepi. Ia
mendengus kesal, “ Selalu seperti ini, terlambat lagi? Aish, kenapa ia harus
latihan sampai sesore ini sih”, gerutu Sung Mi. Sung Mi menuruti Min Woo untuk menunggu di
tempat parkir. Setibanya di tempat parkir, Sung Mi segera mencari tempat dimana
motor milik Min Woo disimpan. Beberapa
meter dari tempat motor Min Woo diparkir, terlihat beberapa orang murid laki –
laki berjalan sambil mengobrol. Mereka lalu berdiri didepan motor masing –
masing yang dekat dengan motor Min Woo. Namun, bukannya beranjak pulang, mereka
malah berdiam diri di tempat parkir. Dengan ragu - ragu Sung Mi mendekati
kumpulan namja itu. “Permisi”, Sung Mi menelan ludahnya melihat para namja itu
serempak menoleh padanya. “Ne?”, tanya salah seorang namja. “A…a..a..ku..”,
Sung Mi tiba – tiba tergagap. “Hei, bukankah kau yeoja penakut itu?”, seru
salah satu namja. Sung Mi mulai terlihat panik. “Oh ya? Oh benar!”, seru namja
lainnya. Namja – namja itu mulai maju mendekati Sung Mi. “Saat ini kau pasti
ketakutan, iya kan?”, seru salah seorang namja. Namja yang lainnya tertawa.
Sung Mi yang mulai ketakutan, mulai berjalan mundur. “Apa yang kau takutkan?
Apa kami terlihat menyeramkan?”, seru salah satu namja lalu membuat mimik wajah
yang aneh. Sung Mi semakin berjalan mundur.
“Waa!”, tiba – tiba semua namja itu mengagetkannya.
Sung Mi langsung berjongkok dengan memegang kepalanya. “Min Woo”, gumam Sung Mi
yang mulai menangis. Namja – namja itu menertawakan Sung Mi yang sudah sangat
ketakutan. “Ya! Apa yang kalian
lakukan?”, Sung Mi berhenti menangis mendengar suara yang sangat dikenalnya
itu. Namja – namja tadi berhenti tertawa. “Bahkan kami tidak melakukan apapun,
tapi dia malah ketakutan seperti itu”, ujar salah satu namja. Min Woo menatap
namja – namja itu dengan tatapan tidak senang. “Sudahlah! Lebih baik kita pergi
saja”, seru namja yang lain. Namja –
namja itu pun menaiki motor masing – masing dan pergi. Min Woo berjongkok,
memegang bahu Sung Mi yang masih gemetar. “Gwenchana, mereka sudah pergi” ,
ujar Min Woo, membantu Sung Mi berdiri. “Gomawo”, ujar Sung Mi, mengusap air
matanya.
“Kenapa kau bisa
berurusan dengan mereka?”, tanya Min Woo sambil membersihkan debu di lengan
Sung Mi. “Awalnya aku hanya izin untuk lewat, karena mereka menghalangi jalan.
Tapi tiba – tiba saja mereka mengolok – olokku dan menakutiku seperti tadi”,
jelas Sung Mi, sudah berhenti menangis. Min Woo menatap Sung Mi lekat lalu
berkata, “Mulai sekarang, aku benar – benar tidak akan meninggalkanmu lagi
sendirian”. Sung Mi mencibir, “Nah!, kau selalu berkata seperti itu, tapi kau
selalu mengingkarinya”. “Kali ini tidak akan lagi, aku benar – benar akan
menjagamu dari namja – namja itu”, ujar Min Woo mantap. Sung Mi mangangkat jari
kelingkingnya, “Aku harus memastikan dulu”. Min Woo menatap jari kelingking
Sung Mi yang mungil lalu tersenyum. “Kau bisa pegang kata – kataku”, Min Woo
melingkarkan jari kelingkingnya di jari kelingking Sung Mi. Mereka tersenyum
bersama.
0 komentar:
Posting Komentar