“Kang Yunha,
bisakah kau cepat sedikit?”, ujarku tak sabar. Sudah 15 menit aku menemani
Yunha untuk membeli biola yang baru. Selama 15 menit itu pula Yunha masih
bingung memilih biola. “Kalau yang ini bagaimana? Bagus tidak?”, tanya Yunha
yang kesekian kalinya.
“Ya itu
bagus”, jawabku asal – asalan. “Tapi warnanya kurang cocok untukku”, ucapan
Yunha berhasil membuat kesabaranku habis.“Ayolah Yunha, sampai kapan kau akan
terus memilih? Itu sudah lebih dari 10 biola yang kau tanyakan pendapatnya
padaku. Ini sudah sore”, ujarku dengan nada kesal. “Baiklah, baiklah. Tunggu sebentar lagi…saja.
Aku masih bingung”, ujar Yunha memohon. “Aku akan menunggu selama 10 menit.
Kalau kau belum menemukan yang kau mau, aku akan pulang duluan. Arraseo?”,
ujarku berusaha sabar. “Oki doki!”.
“Kalau kau bosan, bagaimana kalau kau melihat
– lihat alat musik yang lainnya?”, usul Yunha lalu ia kembali memilih biola. Sesuai
usul Yunha, aku melihat – lihat alat musik lainnya dan berhenti di deretan
gitar. Banyak sekali gitar yang
terpajang disini. “Apa kau mau membelinya?”, aku melihat 4 orang namja berdiri
berjejer di depan sebuah gitar. “Aku tidak punya uang sebanyak itu”, ujar salah
seorang dari mereka. Kulihat mereka
meninggalkan tempat itu dan keluar dari toko. “Apa itu?”, aku melihat sebuah
benda di tempat keempat namja tadi berdiri. “Jo Kwang Min?”, ternyata benda itu
adalah sebuah name tag. “Mungkin milik salah satu dari mereka”, pikirku. “Oh
ya, aku sebaiknya menyerahkan ini pada penjaga toko”, pikirku, lalu menghampiri
kasir.
“Permisi, saya menemukan ini, sepertinya
terjatuh. Pasti pemiliknya akan mencari. Bisakah anda memberikan pada
pemiliknya, tapi jangan beritahu kalau saya yang menemukannya?”, kataku, entah
kenapa aku ingin mengetahui pemilik name tag ini. “Baiklah”, ujar penjaga toko
itu mengerti. Aku menghampiri Yunha yang
tengah memegang sebuah biola. Kupikir mungkin dia sudah menemukan biola yang
cocok untuknya. “Apa kau sudah mendapat biola yang kau inginkan?”, tanyaku
memastikan. “Begitulah, kurasa yang ini bagus”, ujar Yunha sambil mengamati
lagi biola yang akan dibelinya itu.
Aku melirik keluar toko. Sekilas aku melihat
salah seorang dari namja – namja tadi melihat ke arah gitar biru yang tadi
kulihat. “Apa sebaiknya aku mencari lagi?”, tanya Yunha ragu – ragu. Aku reflex
memandang Yunha tidak percaya. “Kang Yunha!,”, ujarku kesal. “Ya, baiklah”,
Yunha tertawa kecil melihatku kesal seperti itu. Ketika aku menoleh, kulihat keempat namja itu masuk lagi ke toko
dan terlihat mencari sesuatu. “Pasti mencari name tag tadi”, pikirku. “Ada
apa?”, tanya Yunha saat aku memperhatikan mereka yang menghampiri kasir. “Anio,
kau pertimbangkan dulu apa mau membelinya atau tidak. Aku tunggu disana”ujarku
sambil menunjuk tempat gitar biru itu dipajang. Yunha mengangguk. Aku segera
‘menghampiri’ gitar biru itu. Aku melihat harga yang tertera. “Tidak terlalu
mahal. Setidaknya untuk gitar sebagus ini”, pikirku. Aku merasa ada yang
memperhatikanku. Saat aku menoleh, aku mendapati salah seorang namja sedang
melihat ke arahku, lebih tepatnya gitar biru di depanku.
Tiba –tiba mata kami bertemu. Matanya yang
besar melihatku bingung. Sepertinya dia salah tingkah saat tatapan kami
bertemu. Sebetulnya aku pun merasa salah tingkah dan entah mengapa aku memilih
tersenyum padanya. Untungnya, namja itu membalas senyumku. “Hey Kwangmin,
sedang apa kau? Ayo cepat”, kulihat seseorang menghampiri namja itu. “Kwangmin?
Jadi dia pemilik name tag itu?”,gumamku dalam hati. Ada perasaan senang setelah
aku mengetahui pemiliknya adalah namja itu. “Ayo kita pulang”, ujar Yunha yang
tiba – tiba sudah ada di sebelahku. “Bisakah kau tunggu sebentar? Aku ingin
membeli gitar ini”, ujarku. “jinja? Tapi kenapa tiba – tiba?”, tanya Yunha
heran. “Aku suka gitar ini”.
Sungmi POV end
1 tahun kemudian…
“Apa
kau tidak bosan bolak – balik di sekitar sini hanya untuk melihatnya?”, tanya
Yunha yang sudah mulai bosan dan lelah. “Ani, karena aku sudah menunggu lama
untuk bertemu dengannya”, jawab Sungmi sambil terus berjalan diikuti Yunha.
“Sedang apa kalian disini?”, tanya Hyun Sung. “Seperti biasa, menemani Sungmi
melihat pujaan hatinya”, jawab Yunha sambil menghampiri Hyun Sung dan merangkul
tangannya. “Lihatlah oppa, kakiku sampai pegal”, tambah Yunha manja. Tiba – tiba dari salah satu kelas, banyak
siswa yang keluar. “Sepertinya mereka
sudah keluar”, ujar Yunha santai. “Andwe! Bagaimana ini? Aku harus bersembunyi”,
ujar Sungmi panik. Baru saja Sungmi akan melangkahkan kakinya, ada yang menyapa
mereka. “Hyung,sedang apa kau disini?”, tanya Minwoo . “Hanya jalan – jalan.
Apa kau baru saja mengikuti pelajaran tambahan?”, tanya Hyun Sung. “Ne, kami
baru mengikuti tambahan bahasa inggris”, jawab Minwoo. “Kalian ini bertambah
mesra saja sepertinya”, ujar Kwangmin yang sedari tadi ternyata ada di samping
Minwoo. “Kau ini bisa saja!”, ujar Yunha malu. “Kau iri? Maka dari itu kau juga
harus mencari yeoja sebagai kekasihmu”, ujar Hyun Sung . Ucapan Hyun Sung
membuat jantung Sungmi berdetak cepat tidak karuan. Kwangmin hanya tersenyum.
“Kalau begitu kami pergi dulu”, pamit Minwoo. Ketika Minwoo dan Kwangmin sudah
menjauh, Sungmi membuang nafas lega.
“Sung mi, palli!”
“Ne oemma! Jankanman”
“Andwe! Sungmi, kau belum menyisir rambutmu?”,
tanya oemma Sungmi kaget melihat Sungmi yang masih berantakan. Oemma Sungmi segera menyisir rambut Sungmi.
“Seandainya saja kau sudah punya namja chingu, kau pasti akan bangun lebih pagi
karena namja chingumu menunggu di depan rumah”, ujar oemma lembut. “Oemma..”
“Sudah selesai. Kaja, nanti kau terlambat”, ujar oemma. “Ne, oemma
sillyehamnida”, pamit Sungmi.
Pintu gerbang hampir saja ditutup, untung saja
Sungmi dapat sampai di detik – detik terakhir. “Dimana name tag milikmu?”,
tanya pak satpam pada Sungmi. “Ne?”, Sungmi tidak sadar kalau dia tidak memakai
name tag. Sungmi merogoh kantung bajunya dan mengambil name tag miliknya dan menunjukkannya pada
satpam itu. “Geurae Shin Sung Mi ah..”,ujar satpam itu setelah melihat nama
yang tertera, “lain kali pakai name tagmu. Jangan hanya dimasukkan ke sakumu.
Sekarang kau cepat masuk ”,ujar satpam itu. “Gamsahamnida”, ujar Sungmi
tersenyum lalu membungkuk. Segera ia berlari secepat yang ia bisa sambil
memasang name tagnya, dan berharap tidak terlambat masuk kelas. tepat saat
melewati tikungan, Sungmi menabrak seseorang. Hampir saja ia jatuh kalau saja
tangannya tidak ditahan orang yang ditabraknya itu, hanya saja kakinya
terkilir.
“Gwaenchana?”,
“Appeuda”, ringis Sungmi sambil memegang
kakinya
“Sepertinya
terkilir”, ujar orang itu yang tiba – tiba memegang kaki Sungmi. Sungmi sangat
terkejut melihat orang didepannya adalah kwangmin. Tiba – tiba Sungmi berdiri,
membuat Kwangmin dan Jeongmin, Youngmin serta Minwoo yang berdiri di belakang
Kwangmin kaget. “Mianhae”, ujar Sungmi sambil membungkuk beberapa kali, lalu ia
berlari seakan lupa akan kakinya yang terkilir. “Ada apa dengannya?”, Jeongmin
memandang Sungmi heran. Kwangmin melihat sesuatu di dekat kakinya. “Shin Sung
Mi”, Kwang min membaca name tag yang ditemukannya. “Bukankah kau tadi bilang
kakinya terkilir?”, tanya Youngmin menoleh pada Kwangmin. “Entah, aneh sekali”,
ujar Kwangmin yang juga merasa aneh dengan tingkah Sungmi. Minwoo hanya tersenyum
jail.
0 komentar:
Posting Komentar